Pages

Minggu, 01 Mei 2011

ANALISIS PUISI

AKU

Kalau sampai waktuku
kumau tak seorangkan merayu
tidak juga kau
tak perlu sedu-sedan itu
aku ini binatang jalang,
dari kumpulannya terbuang
biar peluru menembus kulitku
aku tetap meradang menerjang
luka dan bisa ku bawa berlari,
hingga hilang pedih perih,
dan aku akan lebih tidak perduli,
aku mau hidup seribu tahun lagi

Chairil Anwar

Dalam puisi “Aku”. Karangan Chairil Anwar terdapat makna yang ambigu, misalnya pada larik pertama “Jika sampai waktuku”. Kata jika merupakan suatu pengandaian atau harapan penyair terhadap sesuatu, sedang waktuku dapat menunjuk arti batas waktu yang dimiliki atau kehidupan yang akan datang yakni masa dewasa penyair. Dengan demikian penyair memiliki konteks pengandaian terhadap waktu yang akan datang, baik itu masa batas waktu (kematian), maupun masa yang akan datang (kedewasaan). Sedang pada larik kedua “ku mau tak seorangkan merayu, tidak juga kau”. Hal ini menandakan adanya keinginan batin penyair mengenai kehendaknya terhadap situasi dan kondisi penyair kala itu, tanpa ada satu pengecualian yang dapat berarti mutlak berlaku bagi siapa saja untuk tidak menentang keinginannya. “tak perlu sedu-sedan itu”. Kalimat tersebut mengandung fungsi untuk menjelaskan apa yang harus dihadapi penulis berkaitan dengan keadaan situasi dan kondusi penyair. “Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang”. Penyair yang diibaratkan langsung dengan binatang, merupakan usaha untuk menimbulkan daya paradigmatic, sehingga timbul efek posisi yang rendah, tidak berdaya atau bahkan tidak berharga terhadap penyair dimata orang lain hubungan sintaksis yang menimbulkan efek paradigmatis demikian dapat menyudutkan penyair terhadap status serta perannya didalam lingkungan sosialnya. Sedang klausa “dari kumpulannya terbuang”, dapat berarti kumpulan sebagai seseorang yang berada dalam koloni, himpunan, kelompok terkecil dalam masyarakat misalnya keluarga yang tidak diakui keberadaannya, “Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang”. Dapat menyiratkan biarpun sakit sungguh pengalaman atau kejadian yang menimpa dirinya, penyair akan tetap tegar, kuat dan tangguh untuk mengghadapi cobaan yang menimpa dirinya, walau harus di bayar dengan rasa ketir sekalipun. “luka dan bisa ku bawa berlari, hingga hilang pedih perih”, adalah suatu cara bagi penyair untuk mengatasi problematika kehidupannya, sampai merasa letih dan akhirnya rasa sakitpun menghilang seiring dengan letihnya kondisi baik secara jasmani maupun rohani. “dan aku akan lebih tidak perduli, aku mau hidup seribu tahun lagi”. Pada larik tersebut penyair menyatakan ketidak perduliannya terhadap keadaan apa yang berada di sekitar lingkungannya, baik secara fisis maupun non fisis. Selain itu banyak hal yang tidak dikehendaki oleh penyair, sehingga ia merasa tidak puas dengan keadaan yang ada sehingga ia menginginkan untuk hidup seribu tahun lagi. Analisisnya puisi yang berjudul “Aku”. Karangan Chairil Anwar, merupakan puisi yang realistis jika dilihat dari persfektif isinya, kebanyakan isi yang tersurat merupakan gejolak perasaan batin penyair terhadap situasi dan kondisi yang ada, selain itu puisi ini juuga meunggambarkan pemberontakan mengenai ketidak puasannya terhadap lingkungan disekitarnya.

1 komentar:

  1. Yan,saya maca buku tentang chairil anwar,anu di tulisna na teh ku sahabat deketna...

    intina puisi aku th di tunjukan kepada babeh na sabah waktu harita indung bapa chairil anwar papisah
    terus chairil anwar milu jeng indungna
    kusabab ter diurus jeng di acuh ku bapana,akan tetapi latar waktu anu terjadi harita pas ker nulis puisi eta harita teh waktu ker masih jaman penjajahan sehingga banyak orang yang menggap puisi itu adalah puisi tentan pejuangan
    aya fakta nu menarik ei salain eta sabenarna chairil anwal bukanlah seorang yang seperti kita anggap tapi jauh 180 derajat beda dengan yang ada di pikiran kita,,,
    matakna baca bukuna anu judulna
    chairil anwar pahlawan yang di salah artikan

    BalasHapus